Barista Jadi Salah Satu Pekerjaan Ramah Difabel di Indonesia

Barista Jadi Salah Satu Pekerjaan Ramah Difabel di Indonesia

Wisata

Sampai dengan saat ini, banyak pekerjaan yang tidak ramah difabel. Mereka dianggap sebelah mata karena memiliki kekurangan dan tidak memiliki kesempatan yang sama seperti orang pada umumnya.

Padahal sebenarnya, meskipun memiliki kekurangan secara fisik, namun teman-teman yang menyandang difabel mempunyai kelebihan dan skill yang tidak kalah dari orang normal pada umumnya. maka dari itu, komponen ekonomi kreatif membuat salah satu sektor yang ramah terhadap kaum difabel.

Bahkan tidak sedikit kawan-kawan yang memiliki keterbatasan dapat dipercaya untuk bekerja dan menghasilkan uang dari sektor ekonomi kreatif. Salah satu yang sudah dikenal adalah dibidang kuliner. Misalnya menjadi peracik kopi di kafe kekinian.

Unsur Penting yang Membuat Kaum Difabel Bisa Menjadi Barista

Bagi sebagian orang, meracik kopi mulai dari awal sampai menyuguhkan kopi yang rasanya nikmat bukanlah hal yang mudah, h al ini juga diakui oleh kaum difabel. Namun keterbatasan bukanlah halangan untuk mereka mau menyerah begitu saja. Beberapa Unsur yang membuat kaum difabel berhasil dalam pelatihan barista adalah sebagai berikut.

Semangat Belajar Meracik Kopi

Teman-teman dengan keterbatasan fisiknya, dengan semangat belajar mengikuti pelatihan peracikan kopi di Banyuwangi Jawa timur. Walaupun semua peserta tidak dapat mendengar dan berbicara, namun bukan halangan untuk tetap menjalankan seluruh rangkaian pengolahan biji kopi sampai siap disajikan.

Kesungguhan para kaum difabel untuk berlatih menjadi barista profesional ini akhirnya dilirik oleh beberapa pengusaha di bidang ekonomi kreatif dan kini sudah ada beberapa barista disabilitas yang sangat hebat. Kemampuan mereka jauh di atas rata-rata dan tidak kalah dengan barista lainnya.

Kesungguhan berlatih dari awal sampai akhir

Proses pembelajaran yang dilakukan teman-teman difabel ini dilakukan mulai tahap mencicipi biji kopi. Kemudian, mereka diajak untuk menyangrai biji kopi dengan cara manual maupun menggunakan mesin. Tak ketinggalan, teknik penyediaan dan penyajian harus dilakukan dengan benar agar memperoleh cita rasa yang nikmat dan istimewa.

Kesungguhan para difabel dalam berlatih setiap tahapan dari awal sampai akhir memang perlu diakui jempol. Ditengah keterbatasannya, mereka mampu melampaui batas dengan berlatih sungguh-sungguh setiap tahapan menyajikan kopi yang nikmat rasanya.

Pelatihan dilakukan dengan mentor berpengalaman

Pelatihan ini dilakukan bersama dengan mentor yang sudah berpengalaman dibidang penyeduhan kopi atau biasa disebut dengan barista. Pelatihan ini dilaksanakan secara langsung dengan sistem praktek, sehingga akan jauh lebih memudahkan kaum difabel untuk lebih memahami.

Kisah Barista Difabel

Beberapa kafe sekarang sudah ada yang mempercayakan posisi barista kepada kaum difabel. Tidak hanya satu kedai kopi saja yang mempekerjakan para disabilitas, tapi ada beberapa kafe yang mengajak teman-teman dengan keterbatasan untuk bekerja bersama.

Diantaranya ada More Cafe yang berada di wilayah Bandung ini dikelola oleh BRSPDSN (Badan Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra) Wyata Guna. Lembaga tersebut berada di bawah naungan Kementerian Sosial RI.

Tak tanggung-tanggung, BRS PDSN bekerjasama dengan pihak Siloam Center The Blind of Korea demi terselenggaranya pelatihan barista ini. Seluruh peserta penyandang disabilitas bisa mengikuti pelatihan ini tanpa dipungut biaya sepeserpun.

Kafe lain yang juga dilayani oleh kaum difabel adalah Kito Rato, Sunyi House of Coffee and Hope dan kopi tuli. Dari ketiga kafe ini, semua makanan dan minuman disediakan oleh teman-teman penyandang difabel. Bahkan jika ingin memesan makanan atau minuman, harus menggunakan bahasa isyarat lho. menarik banget kan?

Kaum Difabel Membangun Bisnis Kopi Sendiri

Tidak hanya bekerja di kafe sebagai barista maupun pelayan, kaum difabel ini sudah berhasil membangun bisnis kopi yang sudah cukup terkenal sekarang ini. salah satunya adalah Kito Rato.

Coffee shop ini dibangun oleh tiga orang penyandang difabel yaitu Rendy, Rahmat Santoso dan Muhamad Rizki. Meskipun memiliki keterbatasan secara fisik. Ketiganya tetap gigih menjalani pelatihan meracik kopi sehingga mampu menghasilkan rasa yang nikmat. Berkat ketekunannya, mereka telah dianugerahi sertifikat sebagai seorang barista kopi.

Kisah lain juga datang dari pemilik kedai kopi Tuli. Tiga pendirinya Muhammad Andhika Prakoso, Tri Erwinsyah Putra dan Putri Sampaghita Trisnawinny Santoso memiliki tekad untuk membuktikan bahwa mereka mampu menghasilkan karya dari kedai kopi.

Tidak lagi harus mencari-cari pekerjaan namun justru membuka lapangan kerja baru bagi kaum difabel. Mengingat begitu sulit penyandang disabilitas memperoleh pekerjaan yang baik untuk menambah pemasukan. Sehingga dengan berbekal pelatihan meracik kopi, kedai kopi tuli berhasil berdiri.

Para penyandang disabilitas, membuat coffee shop memang juga untuk membuka peluang teman-teman disabilitas lainnya agar bisa bekerja. Tentu dengan jembatan bahasa isyarat lah cara terbaik untuk memesan makanan maupun minuman di kafe ini.

Pelatihan Bahasa Isyarat dengan Konsep Goes To School

Menariknya lagi, kedai kopi tuli menyediakan program pelatihan barista yang memiliki keterbatasan pendengaran dan juga dibuka untuk umum. Pelatihan berkonsep goes to school, kantor maupun kampus juga dilakukan untuk mensosialisasikan bahasa isyarat.

Program yang diharapkan bisa berjalan tersebut merupakan planning jangka pendek, menengah dan panjang. Untuk seperti apa lanjutannya masih banyak didiskusikan oleh teman-teman yang terlibat dalam program ini.

Tri Erwinsyah mengatakan bahwa dirinya ingin sukses bersama dengan teman-teman yang bernasib sama. Ia mengajarkan untuk jangan takut membuka peluang usaha, mengembahkan kreatifitas dan keahlian.

Tidak perlu merasa takut walau kita berbeda dan jangan menyerah karena semua sudah ada yang mengatur, tugas kita hanya tinggal berusaha semaksimal mungkin.

Tri juga menambahkan bahwa dirinya ingin membuat banyak orang memahami bahasa isyarat agar memudahkan komunikasi dengan kaum tuna rungu. Harapannya semakin banyak pekerjaan yang ramah difabel dan saling memahami kekurangan sesame.

Related Posts